Postingan

Menampilkan postingan dari 2020

Kita Semua Sedang Bertahan Hidup

Gambar
Kisah seorang pengidap distimia  Judul: I Want to Die but I Want to Eat Tteokpokki   Penulis: Baek Se Hee Penerbit: Penerbit Haru Tahun Terbit: Desember 2019 (Cetakan ke-4) Tebal: 236 hlm. "Hal apa yang aku inginkan? Aku hanya ingin mencintai dan dicintai. Dengan nyaman, tanpa rasa curiga" (hal. 186) Buku best seller di Korea Selatan ini karya seorang pengidap distimia (depresi ringan berkepanjangan) bernama Baek Se Hee. Ia merupakan seorang lulu san sastra yang telah lima tahun bekerja di sebuah penerbitan.  Kenapa aku beli dan baca buku ini? Karena penasaran dengan judul yang menggelitik. Kesan yang tampak dari buku ini adalah "aku ingin mati saja, tapi juga ingin makan jajanan kue beras." Rupanya saat sudah tidak ingin hidup justru sebenarnya kita sedang bertahan hidup (dan masih ingin hidup dengan alasan yang sederhana). Isi buku ini lebih ke percakapan antara penu lis dengan psikiater secara apa adanya dan ditulis ulang dari rekaman. Tidak ada yang ditambah-

Air Mata Terjun Bebas

Akhir-akhir ini (mungkin sekitar 4 bulan-an) aku tidak pernah menangis. Dulu biasanya menangis karena hal-hal miris yang terjadi di hidup ini. Kau mungkin merasakannya juga. Seperti resah akan masa depan yang tidak pasti, tidak tahu akan dibawa kemana karir ini, atau pengasilan yang tidak juga bertambah. Sementara aku tahu benar bahwa orang-orang di luar sana sudah kuliah fast track S2 ke S3, atau kuliah di luar negeri, atau karyawan yang bergaji tinggi, ada juga freelancer yang tidak sepi proyek. Jelas-jelas mengetahui itu semua bagai mala metaka. Padahal kita tahu kalau membandingkan diri dengan orang lain pasti tidak ada habisnya. Itu membuat kita terus merasa kurang dan merana. Bahkan jadi penyakit mental, hati, fisik, semuanya. Iya, dulu aku sering menangis karena hal-hal itu.  Akhirnya diri ini mulai terbiasa, aku menangis bukan lagi karena hasil membandingkan diri dengan orang lain/ teman dekat/ saudara dan lainnya. Aku menangis karena aku belum juga (merasa) berhasil. Aku membe

Di Sudut Kegelapan

Gambar
"Kamu cantik luar biasa. Berdiri setegak Gunung Himalaya, teduh seluas pohon taebuya. Kau adala h berlian. Meski banyak orang mencaci, berbagai suara menjatuhi, dan bisik-bisik yang menyalahi. Kau indah dan bercahaya. Tenang dan tidak goyah." Suara itu bergema di seluruh ruangan gelap. Aku hampir terjatuh mendengarnya. Mendengar cermin itu berbicara ketika bola mataku menghadapnya. Saat itu pantulannya memang tetap diriku apa adanya. Lama-kelamaan berubah visi menjadi sosokku yang lain. Mengenakan pakaian bak putri raja yang ikut berperang. Aku yakin sekali, cermin itu yang bersuara. Aku tidak mempertanyakan keanehan ini, justru lebih mencerna kata-kata barusan. Apakah aku benar-benar orang yang mampu berdiri kokoh meski dijejali berbagai rintangan? Apakah aku bisa meneduhkan diri sendiri bahkan orang lain di sekitar? Apakah aku berlian? Brak Ada yang terjatuh di balik kaca bulat usang itu. Langkahku dengan ragu menuju sumber suara. Ternyata ada sebuah papan kayu dengan ukir

Air

Gambar
"Kau tahu, sekeras apa pun aku mencoba ternyata tidak bisa lupa juga. Saat air perasan jeruk itu tumpah di kemeja putihku. Piring berisi nasi goreng seafood pecah begitu saja di lantai, mengenai sepatuku sedikit. Raut wajahmu yang sempat mematung mulai memerah dan panik. Membuat heboh hampir seisi kedai. Satu pelayan menghampiri sedangkan kau buru-buru mengambil tisu. Aku masih mencerna hal yang terjadi. Segala keheranan ditambah malu namun, juga tersipu. Ternyata jika diperhatikan, kau manis juga. Semula ingin marah akhirnya sirna. Kau serahkan segulung tisu tebal padaku karena tidak mungkin kau juga yang mengelap noda di bajuku. Tidak, nodanya tidak bisa hilang. Padahal siang itu aku masih harus rapat di kantor. Sebagai permintaan maaf kau sengaja ingin mengganti kemejaku dengan yang baru. Untunglah kedai di dekat kantorku itu juga dekat dengan mall. Kau memaksa agar aku ikut bersamamu memilih baju baru. Aku sih tidak mau buru-buru, tetapi apa daya waktu telah menunggu. Se

Kejadian di Malam Hari

Gambar
Malam ini aku berjalan di lorong sebuah rumah sakit. Begitu sunyi, gelap dan hanya detik jarum jam yang terdengar. Bau obat pun begitu melekat. Aku intip satu per satu kamar yang lampunya juga dimatikan. Beberapa pasien tertidur dengan tenang, ada pula yang sesekali merintih kesakitan.  Langkahku menuju ke bagian ICU. Tanpa ragu memasuki ruangan itu. Suster dan dokter jaga sedang duduk sambil mengecek kondisi pasien dari kejauhan. Aku pun mendekati satu tubuh yang terkulai lemas dengan berbagai alat bantu napas.  Air mata ini tidak bisa keluar, sekalipun perasaanku begitu hancur melihatnya. Seseorang yang badannya digerogoti penyakit ini akhirnya tumbang di atas kasur putih seukuran badan. Memang manusia punya batasnya.  Ada guratan cahaya tak begitu terang dari balik celah tirai jendela besar. Jendela inilah yang menghubungkan pasien dengan penjenguknya. Aku pun menghampirinya perlahan. Ternyata ada dua orang yang tertunduk pilu. Seorang wanita yang tak henti-hentinya berdzikir dan se

GALAU

Gambar
Kata galau sepertinya tidak akan pegi dari hidup ini. Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya umur tidak serta merta mengusir 'galau' dari kehidupan. Ia selalu ada dan terus datang. Waktu umur 6 tahun kita galau tentang bagaimana bisa mendapat ranking satu atau punya banyak teman. Saat usia 12 tahun mulai cinta monyet dan galau karena ujian sekolah. Usia 14 galau menentukan mimpi-mimpi. Usia 18 galau soal percintaan, saking banyaknya kegiatan sekolah, jurusan kuliah atau lanjut kerja saja. Usia 20 galau tentang tugas akhir, cinta, persahabatan, ujian, meniti karir. Usia 23 galau susah dapat pekerjaan. Usia 25 galau kapan nikah.  Wah panjang... dan banyak lagi galau-galau yang dirasakan. Jelas mengganggu sekali. Rasanya bak ketiban beban berat yang untuk diangkat saja tak sanggup. Enggan melakukan apapun, berdiam diri atau menangis saja. Tidak bergairah, bingung berkepanjangan. Mengantuk tapi tidak bisa tidur, jika tertidur hati tak tenang. Ada bahkan sering sek

Apa yang terjadi saat ini

Saat ini kita sedang dihadapkan dengan virus corona. Dan, ya kita rasakan sendiri ada di sekitar kita, di depan mata kita. Hampir semua orang panik, ketar-ketir. Tak jarang juga yang lebih tenang, lebih berpikir dengan sisi yang berbeda. Apa yang terjadi saat ini, banyak sekali cabangnya jika dilihat dari berbagai pandangan. Mari kita lihat dari orang biasa. Bahan makanan menipis, pemasukan menurun, pusing, mau tidur siang juga tidak nyaman. Tidak panik, hanya khawatir. Apa yang akan terjadi dengan kelangsungan hidup ini. Satu persatu usaha tutup (sementara), satu persatu kita tidak wfh hanya take a rest di rumah, sampai waktu yang tidak ditentukan. Iya iya makanya pemerintah juga bingung kalau mau lockdown pasti banyak yang menderita. Tapi kalau tidak, banyak juga yang menderita. Oke, itu "acara" pemerintah saja. Kita orang biasa, walaupun harus gak gajian, walaupun penghasilan menurun, walaupun banyak efek-efek tidak menyenangkan. Tetap syukuri hidup ini, bersyuku

Tinta yang Ditorehkan

Hidup akan dibawa kemana? Walaupun sebenarnya tintanya sudah ditorehkan dalam kitab yang hanya diketahui Tuhan tetapi manusia tidak ada yang mengetahui isinya. Kita terombang-ambing dalam kehampaan dan keresahan akan hidupdan bertanya-tanya untuk apa kita hidup? Tidak ada maknanya. Padahal Allah sudah beri petunjuk lewat ayat-ayat cintaNya, padahal Rasulullah sudah tunjukkan akhlak terbaiknya untuk kita jalani ajarannya. Mungkin kita kehilangan tujuan atau tidak tahu akan tujuan itu sendiri. Tujuan adalah hal terpenting dalam hidup. Tujuan mulia yang akan membawa kita pada Surga. Tujuan besar agar kita mati dengan indahnya. Salah satu cara mencapainya adalah dengan berbagi lewat tinta yang ditorehkan. Karya cinta menjadi amal jariyah berisi ilmu bermanfaat. Dilandasi dengan niat yang lurus hanya untuk Allah, niat yang mantap untuk berbuat baik menebebar kebermanfaatan, berkarya untuk Allah yang terbaik untuk Allah. Semua itu dilakukan dengan proses yang panjang tidak seperti mie in

Sepeninggalmu... (pt.1)

Hai.. Selamat Siang Aku udah kepikiran untuk menuliskan ini sekitar tanggal 3 Oktober 2018 lalu, tapi baru kesempatan untuk menulisnya. Dan dipending gara-gara gak kuat, dilanjutkan lagi di 30 Agustus 2019. (lama juga) dan berlanjut lagi di 2 Februari 2020, berkali-kali aku gak kuat nulisnya.  Kali ini aku akan menulis sejujur-jujurnya, tidak ada perumpamaan, tidak ada nama samaran, tidak ada paksaan, tidak ada yang dilebihkan atau dikurangkan.  Tidak ada judul  Aku ingin menulis, bagaimana kejadian saat adikku pergi salamanya. Bukan mengingat-ingat, bukan tak rela, bukannya cengeng, bukannya ingin mencari simpati, bukan mencari teman, bukan ingin dibaca. hanya saja, aku pikir, ini menjadi tulisan yang paling jujur diantara tulisan yang lain. yaa. ini yang pertama.  Teman-teman yang sudah pernah kehilangan, mungkin kita sama-sama merasakan, kehilangan yang sesungguhnya. totally, benar-benar hilang.  Oke, aku mulai saja.  Namanya Zati Hanani Sekar Arini.  mulan

Jujur ini... sakit

Rasanya sakit. Rasanya hati remuk. Ga sanggup, ga kuat. Mau nangis, tapi malu kalau ketahuan. Melihat orang-orang yg rajin bekerja banting tulang, panas-panasan, berkeringat, penampilan seadanya. Pakai baju yang warnanya udah pudar, sepatu usang, jaket lusuh. Banyak banget diluar sana, di indonesia. Tapi diantara mereka yang keras bekerja, ada yang suka berpuasa, entah senin kamis, atau puasa daud atau puasa tengah bulan atau puasa sunnah lainnya yang rutin dilakukan. Makan atau buka puasa yang sederhana, biasanya nasi bungkus atau air mineral gelas. Tau begitu, bikin hati ini tambah sakit aja. Aku ga membanding-bandingkan, tapi kalau dilihat, warna bajuku belum pudar, sepatu juga tidak usang, jaket tidak lusuh dan makanan sederhana lebih sedikit. Ada lagi yang membuatku gakuat. Beberapa dari mereka, baik sikap dan hatinya, ramah, rajin sholatnya. Dan yang membuat tambah tidak sanggup adalah bahwa aku tidak bisa berbuat apapun untuknya. Aku cuma bisa melihatnya saja dan berdoa untuknya

Hujan disini

Hujan di sini Hujan memang paling bisa jadi berbagai alasan. Berselimut, melambat, berhenti, dan berterus terang. . Ia menjadi kebahagiaan bagi bumi, bagi tanah-tanah tandus, bagi hati yang memanas, bagi jiwa yang terburu-buru. Ia melenyapkan berbagai kekhawatiran akan kekeringan, ide yang mampet dan perlombaan. Tapi hujan, di sisi lain, malah memunculkan kekhawatiran - keraguan yang lain. Hmm.. coba utarakan aja, biarkan hujan turun dan membersihkan semuanya :)

Tidak tahu apa yang diperjuangkan

Kita berjalan maju tapi tidak tahu apa yang sedang dituju. Maksudnya, hidup sejalur dengan arus. Mau kemana?  Mungkin kita begini karena "terpaksa" mengesampingkan mimpi-mimpi sampai lupa kalau kita punya impian. Meninggalkan cinta cita karena keadaan yang "tidak bisa" kita ubah dengan mudah.  Mimpi, itu apa? Tujuan hidup? Kalau begitu apa tujuan hidupmu? "Menjadi manusia" yang masuk ke surga.. cakep juga.  Kawan, mimpi itu bukan cuma apa yang mau kita capai di dunia, tapi juga di alam kekal nanti. Iya kan? Jadi gak apa-apa kalau kita gatau apa yang sedang kita perjuangkan sekarang untuk "hidup" di saat ini. Gak apa-apa kalau impian indah kita harus pupus karena keadaan yang "lebih bisa" kita kerjakan. Gak apa-apa kalau kamu cuma bisa ikuti arus untuk bertahan di dunia.  Tapi bukannya hidup tanpa tujuan itu akan terasa hampa? Baiklah, bagaimana kalo kita ingat lagi? Lakukan apa yang bisa dilakukan untuk Allah, berjalan di jalur yang

Jalan Berliku

Jalan berliku-luku, ada batu-batu dan kita mengeluh. Kita merasa salah karena sudah memilih jalan yang ini. Bagaimana bisa kita melewatinya? Bagaimana bisa kita berjalan sampai akhir? Bisa, kita bisa. Mengeluh mah wajar, lelah apalagi, kalo capek istirahat dulu. Tapi yang terpenting balik lagi padaNya. Libatkan Allah dalam semua pekerjaan kita, usaha-usaha kita, segala langkah kita.  Karena memang masalah, tantangan, kesulitan itu akan selalu ada dalam perjalanan ini. Tapi kalo ada Allah bukannya semua akan terasa ringan? Jalan lurus itu ada.. yaitu jalan yang diluruskan. Jalan yang berkelok tapi terasa lurus, jalan bergerigi tapi terasa mulus.. Karena Ia lah yang memudahkan dan kita harus mempercayaiNya.

Kewalahan

Ada yang gagal lolos pns, ada yang terpaksa kuliah di univ A karena gak keterima univ impian. Ada yang stress nganggur, ada juga yang lelah karena sering lembur. Ada yang semua usahanya gagal, ada yang kebingungan memilih antara dua hal yang sama2 urgent dan ga bisa ditinggal. Kewalahan, jiwa dan raga ini kelelahan. Terus kita mau seharian nangis di pojokan kamar? Atau gak mau ngapa2in karena terus2an meratapi nasib, atau mau keluar dari kehidupan?  Gak apa2 sih, sebagai respon awal kita wajar buat sedih, marah, kecewa dan hal2 sejenisnya. Dan setiap orang punya caranya masing2 untuk merespon kejadian buruk dalam hidupnya. Ya gapapa, bebas juga. Mau kayak apa dan seberapa lama.  Tapi apa mau terus-terusan begitu? Kita berhak menangis, marah2, atau istirahat dulu (sejenak). Tapi kita juga wajib cari solusinya kan?  Minta tolong sama Allah yuk.. Ia kan Maha Baik. Dan buat orang bersabar, berjuang dan berpasrah, Allah akan kasih semua kemudahan. Bisa aja lewat teman, lewat keluarga, a

Jalan Buntu

Buntu Buntu? Wait..waitt seriously ? Yakin buntu, gak salah lihat kan? . Oke kita stuck, skakmat karena di depan kita jalan terpalang. Kalah. Hal ini diluar dugaan, tidak sesuai rencana. Bagaimana bisa jalan menuju impian nyatanya malah membawa kita pada kekosongan Kita kaget, sedih, dan marah. Mau kemana lagi? Mau gimana lagi? Apa benar ini buntu? Padahal kita masih berharap, masing ingin sampai pada tujuan Eh ada jalannya kok, jalan yang lain. Bukan jalan yang ini. Karena jalur menuju cita-citamu tidak cuma satu. Ada banyak jalan, kita pilih yang mana? Kalau yang satu mentok, ambil jalan yang lain.  Rasa2nya gak ada jalan lagi? Bukan begitu, ada kok cuma kita belum menemukannya, ada cuma kita belum tahu. Kalau begitu, yuk minta sama yang kasih jalan. Minta petunjukNya, minta supaya kita bisa lebih bersabar. InsyaAllah semua ada jalannya~