Postingan

Menampilkan postingan dengan label cerita

Air Mata Terjun Bebas

Akhir-akhir ini (mungkin sekitar 4 bulan-an) aku tidak pernah menangis. Dulu biasanya menangis karena hal-hal miris yang terjadi di hidup ini. Kau mungkin merasakannya juga. Seperti resah akan masa depan yang tidak pasti, tidak tahu akan dibawa kemana karir ini, atau pengasilan yang tidak juga bertambah. Sementara aku tahu benar bahwa orang-orang di luar sana sudah kuliah fast track S2 ke S3, atau kuliah di luar negeri, atau karyawan yang bergaji tinggi, ada juga freelancer yang tidak sepi proyek. Jelas-jelas mengetahui itu semua bagai mala metaka. Padahal kita tahu kalau membandingkan diri dengan orang lain pasti tidak ada habisnya. Itu membuat kita terus merasa kurang dan merana. Bahkan jadi penyakit mental, hati, fisik, semuanya. Iya, dulu aku sering menangis karena hal-hal itu.  Akhirnya diri ini mulai terbiasa, aku menangis bukan lagi karena hasil membandingkan diri dengan orang lain/ teman dekat/ saudara dan lainnya. Aku menangis karena aku belum juga (merasa) berhasil. Aku membe

Di Sudut Kegelapan

Gambar
"Kamu cantik luar biasa. Berdiri setegak Gunung Himalaya, teduh seluas pohon taebuya. Kau adala h berlian. Meski banyak orang mencaci, berbagai suara menjatuhi, dan bisik-bisik yang menyalahi. Kau indah dan bercahaya. Tenang dan tidak goyah." Suara itu bergema di seluruh ruangan gelap. Aku hampir terjatuh mendengarnya. Mendengar cermin itu berbicara ketika bola mataku menghadapnya. Saat itu pantulannya memang tetap diriku apa adanya. Lama-kelamaan berubah visi menjadi sosokku yang lain. Mengenakan pakaian bak putri raja yang ikut berperang. Aku yakin sekali, cermin itu yang bersuara. Aku tidak mempertanyakan keanehan ini, justru lebih mencerna kata-kata barusan. Apakah aku benar-benar orang yang mampu berdiri kokoh meski dijejali berbagai rintangan? Apakah aku bisa meneduhkan diri sendiri bahkan orang lain di sekitar? Apakah aku berlian? Brak Ada yang terjatuh di balik kaca bulat usang itu. Langkahku dengan ragu menuju sumber suara. Ternyata ada sebuah papan kayu dengan ukir

Air

Gambar
"Kau tahu, sekeras apa pun aku mencoba ternyata tidak bisa lupa juga. Saat air perasan jeruk itu tumpah di kemeja putihku. Piring berisi nasi goreng seafood pecah begitu saja di lantai, mengenai sepatuku sedikit. Raut wajahmu yang sempat mematung mulai memerah dan panik. Membuat heboh hampir seisi kedai. Satu pelayan menghampiri sedangkan kau buru-buru mengambil tisu. Aku masih mencerna hal yang terjadi. Segala keheranan ditambah malu namun, juga tersipu. Ternyata jika diperhatikan, kau manis juga. Semula ingin marah akhirnya sirna. Kau serahkan segulung tisu tebal padaku karena tidak mungkin kau juga yang mengelap noda di bajuku. Tidak, nodanya tidak bisa hilang. Padahal siang itu aku masih harus rapat di kantor. Sebagai permintaan maaf kau sengaja ingin mengganti kemejaku dengan yang baru. Untunglah kedai di dekat kantorku itu juga dekat dengan mall. Kau memaksa agar aku ikut bersamamu memilih baju baru. Aku sih tidak mau buru-buru, tetapi apa daya waktu telah menunggu. Se

Kejadian di Malam Hari

Gambar
Malam ini aku berjalan di lorong sebuah rumah sakit. Begitu sunyi, gelap dan hanya detik jarum jam yang terdengar. Bau obat pun begitu melekat. Aku intip satu per satu kamar yang lampunya juga dimatikan. Beberapa pasien tertidur dengan tenang, ada pula yang sesekali merintih kesakitan.  Langkahku menuju ke bagian ICU. Tanpa ragu memasuki ruangan itu. Suster dan dokter jaga sedang duduk sambil mengecek kondisi pasien dari kejauhan. Aku pun mendekati satu tubuh yang terkulai lemas dengan berbagai alat bantu napas.  Air mata ini tidak bisa keluar, sekalipun perasaanku begitu hancur melihatnya. Seseorang yang badannya digerogoti penyakit ini akhirnya tumbang di atas kasur putih seukuran badan. Memang manusia punya batasnya.  Ada guratan cahaya tak begitu terang dari balik celah tirai jendela besar. Jendela inilah yang menghubungkan pasien dengan penjenguknya. Aku pun menghampirinya perlahan. Ternyata ada dua orang yang tertunduk pilu. Seorang wanita yang tak henti-hentinya berdzikir dan se

Tidak tahu apa yang diperjuangkan

Kita berjalan maju tapi tidak tahu apa yang sedang dituju. Maksudnya, hidup sejalur dengan arus. Mau kemana?  Mungkin kita begini karena "terpaksa" mengesampingkan mimpi-mimpi sampai lupa kalau kita punya impian. Meninggalkan cinta cita karena keadaan yang "tidak bisa" kita ubah dengan mudah.  Mimpi, itu apa? Tujuan hidup? Kalau begitu apa tujuan hidupmu? "Menjadi manusia" yang masuk ke surga.. cakep juga.  Kawan, mimpi itu bukan cuma apa yang mau kita capai di dunia, tapi juga di alam kekal nanti. Iya kan? Jadi gak apa-apa kalau kita gatau apa yang sedang kita perjuangkan sekarang untuk "hidup" di saat ini. Gak apa-apa kalau impian indah kita harus pupus karena keadaan yang "lebih bisa" kita kerjakan. Gak apa-apa kalau kamu cuma bisa ikuti arus untuk bertahan di dunia.  Tapi bukannya hidup tanpa tujuan itu akan terasa hampa? Baiklah, bagaimana kalo kita ingat lagi? Lakukan apa yang bisa dilakukan untuk Allah, berjalan di jalur yang

Dia dan Kaca Mata

Aku melihat dia berjalan menuju gedung bertingkat di seberang sana. Jalannya tegap dan biasa saja. Kemeja hitam, celana jeans casual, sepatu kets. Mengenakan kacamata. Rambutnya pendek tidak disisir hanya dirapihkan. Sedikit-sedikit menyapa. Aku sih ya melihat saja. Sembari minum segelas jus stroberi duduk di halte bus. Membenarkan kacamata. Berganti arah pandangan ke arah bus datang. Tak lama, naiklah aku kedalam bus yang akan mengantarkanku pada rumah. Tiba-tiba dia dan kacamatanya masuk kedalam bus dengan keadaan terengah-engah. Matanya mencari tmpat duduk yang kosong. Tepat disebelahku. Biasa saja. Kami sama-sama duduk dalam diam. Tapi mengapa hati tak bisa diam? from  Dia dan Kaca Mata  (my tumblr) Aku berniat menuju gedung bertingkat itu. Kalau-kalau aku bertemu dengan seorang berkaca mata dengan gaya retronya. Baru sekali lihat, aku rasa aku sudah terpikat olehnya. Tidak tahu kenapa. Rambutnya panjang yang nanggung, berwarna hitam dan lurus. Karena tidak paham ma