Air Mata Terjun Bebas

Akhir-akhir ini (mungkin sekitar 4 bulan-an) aku tidak pernah menangis. Dulu biasanya menangis karena hal-hal miris yang terjadi di hidup ini. Kau mungkin merasakannya juga. Seperti resah akan masa depan yang tidak pasti, tidak tahu akan dibawa kemana karir ini, atau pengasilan yang tidak juga bertambah. Sementara aku tahu benar bahwa orang-orang di luar sana sudah kuliah fast track S2 ke S3, atau kuliah di luar negeri, atau karyawan yang bergaji tinggi, ada juga freelancer yang tidak sepi proyek. Jelas-jelas mengetahui itu semua bagai mala metaka.

Padahal kita tahu kalau membandingkan diri dengan orang lain pasti tidak ada habisnya. Itu membuat kita terus merasa kurang dan merana. Bahkan jadi penyakit mental, hati, fisik, semuanya. Iya, dulu aku sering menangis karena hal-hal itu. 

Akhirnya diri ini mulai terbiasa, aku menangis bukan lagi karena hasil membandingkan diri dengan orang lain/ teman dekat/ saudara dan lainnya. Aku menangis karena aku belum juga (merasa) berhasil. Aku membenci diri ini yang tidak bisa lebih baik. Hidup segan mati tak mau. Berkutat dalam lingkaran setan. 

Lama kelamaan aku tidak lagi menangis. Mungkin sudah kebal, mungkin tidak peduli. Bukan artinya hidupku sudah lebih baik-baik saja. Hanya tidak menangis dan tidak bisa menangis meski tahu sedang tidak baik. 

Namun, ketika ada hal yang benar-benar menyakitkan, hal yang kita tidak pedulikan datang tiba-tiba, hal yang kita hindari datang seketika. Aku jadi ingin menangis lagi. Menangis karena sudah lama tidak menangis. Menangis karena aku begitu mengerikan, seperti monster, seperti ada yang salah. Jauh dari tidak baik-baik saja. 

Aku banyak dosa. 

***
Kututup buku bersampul biru dan terdiam. Tatapan mataku kosong, pikiranku beku. Mengapa ada buku yang sesuram ini? 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buku Membuatku Bertahan

Jujur ini... sakit