Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2013
Haduuuuuuuuh gak boleh gak boleh gak boleeh :'( sudahlaaah gak ada yang harus dipermasalahkan dan dipikirkan. ini hanya tulisan sampah hati, tak ada yang penting tapi aku harap ini bisa sedikit membuka ruang  yang agak sesak ini.sungguh gak tahan, ini benar-benar pertama kalinya bahwa aku harus mengungapkan isi hati ini, hari ini. udaaaaah dyy gapapa semua akan baik-baik saja, gak ada yang aneh sama sekali kok. aku sudah berusaha melepaskan segala yang terjadi tapi tidak akan melupakan. aduuuuh cacat niii nulis aja sampe ngawur gak beralur ckckckkkkkkckkk

Pikirku, Pikirmu

Menunggu hujan. Satu persatu memori beriak membentuk rasi yang abstrak. Aku bilang, " Hujan jangan berhenti.". Kau bilang, " Ayolaah hujan capat reda.". Sungguh miris. Aku berucap, " Wahai hujan, kemarilah sapu semua hal yang ada hari ini.". Kau berkata, " Hujan, jangan datang, aku tak mau melupakan kenagan hari ini.". Aku meringis, "Ku mohon tetaplah disini hujan, temani aku dalam kehampaan.". Kau berharap, "Hujan, pergilah, lepaskan aku dari belaian dingin hari ini.". Hujan akan lakukan semuanya sesuai rencana. Pikirku menjadi filosofi, akan banyaknya hati yang berharap turunnya hujan ataupun yang tak ingin membiarkannya membasahi bumi jiwa ini. Banyak orang yang merangkul hujan seakan menggengam cintanya agar tak lari. Banyak raga yang merindu hujan ataupun melupakannya. Aku yakin itu aku, kau, dia dan mereka yang ada diantaranya. Sekalipun hujan ia akan tetap ada walaupun harus menghilang. *aduuuuh kalo mau jujur, kenap

Hujan

Terenyuh dalam bait hujan yang menyimpan keluh dalam sepi. Meski peri- peri telah mengajak ku menari, aku tetap berdiri dalam perih. Melihat mereka begitu lihainya. Sampai alam pun ikut berdendang bersamanya. Seakan hanya indah yang ada. Tapi, masih saja aku buta dan tuli. Bahkan kaki pun enggan menapaki jalan putih. Sekalipun peri berkata, "Biar ku tuntun." Hati hanya tertunduk. Menggumam kata yang tak jelas, "Aku sedang tak ingin menari." . Angin dari rembulan membawa bisik yang menggelitik, " Lalu apa yang sedang kau lakukan?". Semakin perih, "Aku bernyanyi dalam luka.". Terdiam. Peri terdiam. Tapi aku menjadi tidak mengerti. Mengapa setelahnya peri tersenyum? Ada apa?. Bayangan ku pun tak tahu, atau para saksi percakapan. Keheningan sesaat tak terdefinisikan oleh hati sekalipun. Menanti narasi berikutnya. Mengapa? "Mengapa?", begitulah kata terujar. Menyapu hati. Mencoba mengerti. Mencari arti. Peri tertawa. Sejenak membuat terpana.

untuk ini suit

benar-benar harus diputuskan. bagaimanapun dan sampai kapanpun dijalani, kita benar- benar harus memutuskan akan kemana sebenarnya. akhrinya memang begitu. tapi kenapa masih saja aku mengais, menagkap memori satu per satu. tak akan terlupakan. nol lagi, keputusan itu nol. harusnya bisa tapi sungguh ini sulit. kenapa? bahkan aku tak mengerti apa yang sebenarnya harus dilakukan. membuat hati ini jadi sakit. *kata-katanya gak mendramatisir kan?~ jujur tapi tak terbuka itu sama saja membawa kesalahan. sehingga sulit memahami dan menerima. merelakan air mata terjatuh untuk bisa merelakan. tulus... beginilah keadaannya menuntut kebenaran, hanya bisa menduga.
Gambar
sore hari ketika langit gelap dan mulai hujan, terbesit sebuah kata yang sebenarnya mendominasi kehidupan. entah kenapa ia ingin menampakan diri lewat maha karya seorang amatiran seperti aku ini. cukuplah untuk berimajinasi. mengingatnya begitu terkuras saat ini. aku pikir cukup menghibur. ia akan baik-baik saja, tetap terjaga oleh yang perkasa. melindunginya jangan sampai terkoyak atau hanya tinggal separuh saja. lebih dari sekedar jiwa tapi ia kehidupan, menjadikan diri kita yang sebenarnya.