Hujan

Terenyuh dalam bait hujan yang menyimpan keluh dalam sepi. Meski peri- peri telah mengajak ku menari, aku tetap berdiri dalam perih. Melihat mereka begitu lihainya. Sampai alam pun ikut berdendang bersamanya. Seakan hanya indah yang ada. Tapi, masih saja aku buta dan tuli. Bahkan kaki pun enggan menapaki jalan putih. Sekalipun peri berkata, "Biar ku tuntun." Hati hanya tertunduk. Menggumam kata yang tak jelas, "Aku sedang tak ingin menari." . Angin dari rembulan membawa bisik yang menggelitik, " Lalu apa yang sedang kau lakukan?". Semakin perih, "Aku bernyanyi dalam luka.". Terdiam. Peri terdiam. Tapi aku menjadi tidak mengerti. Mengapa setelahnya peri tersenyum? Ada apa?. Bayangan ku pun tak tahu, atau para saksi percakapan. Keheningan sesaat tak terdefinisikan oleh hati sekalipun. Menanti narasi berikutnya. Mengapa? "Mengapa?", begitulah kata terujar. Menyapu hati. Mencoba mengerti. Mencari arti. Peri tertawa. Sejenak membuat terpana. "Mengapa apanya?". Tarian, dendang alam, seperti mengejekku yang tak berirama. "Mengapa kau terseenyum?". Lantas ia memejamkan mata, "Bernyanyi dalam luka, kau terdengar seperti hujan yang selalu bernyanyi dalam tangis . Sekalipun begitu adanya, ia tetap membawa kehidupan.". Sunyi. Belaiku dalam ilusi. Karavan sejuta penduduk langit. Hujan? Peri melanjutkan, "Tak perlu merasa tertunduk, meski bernyanyi dalam luka, kau bisa seperti hujan.". Hujan?. Aku dan semua pikirku. Aku kira purnama yang terluka karena bercaknya tapi tetap indah tergantung di pusaranya. Aku pikir bintang yang terbakar sampai waktunya tapi tetap memberi citra suci kehidupan. Hujan?. Hujan yang bersimpah halilintar, yang menusuk tajam ke tanah bumi para peri. Aku pikir memang hujan. Merenung. Diam dalam kata sang peri. Lalu ku pikir. Yaaa ialah hujan yang bernyanyi dalam tangis,yang menari dalam sedu untuk sebuah kehidupan. Tak peduli dalam keadaan seperti apapun aku bernyanyi dan menari, aku akan tetap hidup dalam setiap impiku. Sekalipun dendang alam sekalipun serupa hujan, aku yakin hal ini yang ingin peri sampaikan. Aku tersenyum. Peri mengerti, tangannya terulur, " Jadi, biar aku menuntunmu.". "Terimakasih, aku tak ingin dituntun, aku hanya ingin berjalan bersamamu menju jalan putih.". Kami pun berjalan, menyanyikan lagu Sihir Hujan. ~arsfk

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buku Membuatku Bertahan

Air Mata Terjun Bebas

Jujur ini... sakit