Postingan

Apa yang terjadi saat ini

Saat ini kita sedang dihadapkan dengan virus corona. Dan, ya kita rasakan sendiri ada di sekitar kita, di depan mata kita. Hampir semua orang panik, ketar-ketir. Tak jarang juga yang lebih tenang, lebih berpikir dengan sisi yang berbeda. Apa yang terjadi saat ini, banyak sekali cabangnya jika dilihat dari berbagai pandangan. Mari kita lihat dari orang biasa. Bahan makanan menipis, pemasukan menurun, pusing, mau tidur siang juga tidak nyaman. Tidak panik, hanya khawatir. Apa yang akan terjadi dengan kelangsungan hidup ini. Satu persatu usaha tutup (sementara), satu persatu kita tidak wfh hanya take a rest di rumah, sampai waktu yang tidak ditentukan. Iya iya makanya pemerintah juga bingung kalau mau lockdown pasti banyak yang menderita. Tapi kalau tidak, banyak juga yang menderita. Oke, itu "acara" pemerintah saja. Kita orang biasa, walaupun harus gak gajian, walaupun penghasilan menurun, walaupun banyak efek-efek tidak menyenangkan. Tetap syukuri hidup ini, bersyuku

Tinta yang Ditorehkan

Hidup akan dibawa kemana? Walaupun sebenarnya tintanya sudah ditorehkan dalam kitab yang hanya diketahui Tuhan tetapi manusia tidak ada yang mengetahui isinya. Kita terombang-ambing dalam kehampaan dan keresahan akan hidupdan bertanya-tanya untuk apa kita hidup? Tidak ada maknanya. Padahal Allah sudah beri petunjuk lewat ayat-ayat cintaNya, padahal Rasulullah sudah tunjukkan akhlak terbaiknya untuk kita jalani ajarannya. Mungkin kita kehilangan tujuan atau tidak tahu akan tujuan itu sendiri. Tujuan adalah hal terpenting dalam hidup. Tujuan mulia yang akan membawa kita pada Surga. Tujuan besar agar kita mati dengan indahnya. Salah satu cara mencapainya adalah dengan berbagi lewat tinta yang ditorehkan. Karya cinta menjadi amal jariyah berisi ilmu bermanfaat. Dilandasi dengan niat yang lurus hanya untuk Allah, niat yang mantap untuk berbuat baik menebebar kebermanfaatan, berkarya untuk Allah yang terbaik untuk Allah. Semua itu dilakukan dengan proses yang panjang tidak seperti mie in

Sepeninggalmu... (pt.1)

Hai.. Selamat Siang Aku udah kepikiran untuk menuliskan ini sekitar tanggal 3 Oktober 2018 lalu, tapi baru kesempatan untuk menulisnya. Dan dipending gara-gara gak kuat, dilanjutkan lagi di 30 Agustus 2019. (lama juga) dan berlanjut lagi di 2 Februari 2020, berkali-kali aku gak kuat nulisnya.  Kali ini aku akan menulis sejujur-jujurnya, tidak ada perumpamaan, tidak ada nama samaran, tidak ada paksaan, tidak ada yang dilebihkan atau dikurangkan.  Tidak ada judul  Aku ingin menulis, bagaimana kejadian saat adikku pergi salamanya. Bukan mengingat-ingat, bukan tak rela, bukannya cengeng, bukannya ingin mencari simpati, bukan mencari teman, bukan ingin dibaca. hanya saja, aku pikir, ini menjadi tulisan yang paling jujur diantara tulisan yang lain. yaa. ini yang pertama.  Teman-teman yang sudah pernah kehilangan, mungkin kita sama-sama merasakan, kehilangan yang sesungguhnya. totally, benar-benar hilang.  Oke, aku mulai saja.  Namanya Zati Hanani Sekar Arini.  mulan

Jujur ini... sakit

Rasanya sakit. Rasanya hati remuk. Ga sanggup, ga kuat. Mau nangis, tapi malu kalau ketahuan. Melihat orang-orang yg rajin bekerja banting tulang, panas-panasan, berkeringat, penampilan seadanya. Pakai baju yang warnanya udah pudar, sepatu usang, jaket lusuh. Banyak banget diluar sana, di indonesia. Tapi diantara mereka yang keras bekerja, ada yang suka berpuasa, entah senin kamis, atau puasa daud atau puasa tengah bulan atau puasa sunnah lainnya yang rutin dilakukan. Makan atau buka puasa yang sederhana, biasanya nasi bungkus atau air mineral gelas. Tau begitu, bikin hati ini tambah sakit aja. Aku ga membanding-bandingkan, tapi kalau dilihat, warna bajuku belum pudar, sepatu juga tidak usang, jaket tidak lusuh dan makanan sederhana lebih sedikit. Ada lagi yang membuatku gakuat. Beberapa dari mereka, baik sikap dan hatinya, ramah, rajin sholatnya. Dan yang membuat tambah tidak sanggup adalah bahwa aku tidak bisa berbuat apapun untuknya. Aku cuma bisa melihatnya saja dan berdoa untuknya

Hujan disini

Hujan di sini Hujan memang paling bisa jadi berbagai alasan. Berselimut, melambat, berhenti, dan berterus terang. . Ia menjadi kebahagiaan bagi bumi, bagi tanah-tanah tandus, bagi hati yang memanas, bagi jiwa yang terburu-buru. Ia melenyapkan berbagai kekhawatiran akan kekeringan, ide yang mampet dan perlombaan. Tapi hujan, di sisi lain, malah memunculkan kekhawatiran - keraguan yang lain. Hmm.. coba utarakan aja, biarkan hujan turun dan membersihkan semuanya :)

Tidak tahu apa yang diperjuangkan

Kita berjalan maju tapi tidak tahu apa yang sedang dituju. Maksudnya, hidup sejalur dengan arus. Mau kemana?  Mungkin kita begini karena "terpaksa" mengesampingkan mimpi-mimpi sampai lupa kalau kita punya impian. Meninggalkan cinta cita karena keadaan yang "tidak bisa" kita ubah dengan mudah.  Mimpi, itu apa? Tujuan hidup? Kalau begitu apa tujuan hidupmu? "Menjadi manusia" yang masuk ke surga.. cakep juga.  Kawan, mimpi itu bukan cuma apa yang mau kita capai di dunia, tapi juga di alam kekal nanti. Iya kan? Jadi gak apa-apa kalau kita gatau apa yang sedang kita perjuangkan sekarang untuk "hidup" di saat ini. Gak apa-apa kalau impian indah kita harus pupus karena keadaan yang "lebih bisa" kita kerjakan. Gak apa-apa kalau kamu cuma bisa ikuti arus untuk bertahan di dunia.  Tapi bukannya hidup tanpa tujuan itu akan terasa hampa? Baiklah, bagaimana kalo kita ingat lagi? Lakukan apa yang bisa dilakukan untuk Allah, berjalan di jalur yang

Jalan Berliku

Jalan berliku-luku, ada batu-batu dan kita mengeluh. Kita merasa salah karena sudah memilih jalan yang ini. Bagaimana bisa kita melewatinya? Bagaimana bisa kita berjalan sampai akhir? Bisa, kita bisa. Mengeluh mah wajar, lelah apalagi, kalo capek istirahat dulu. Tapi yang terpenting balik lagi padaNya. Libatkan Allah dalam semua pekerjaan kita, usaha-usaha kita, segala langkah kita.  Karena memang masalah, tantangan, kesulitan itu akan selalu ada dalam perjalanan ini. Tapi kalo ada Allah bukannya semua akan terasa ringan? Jalan lurus itu ada.. yaitu jalan yang diluruskan. Jalan yang berkelok tapi terasa lurus, jalan bergerigi tapi terasa mulus.. Karena Ia lah yang memudahkan dan kita harus mempercayaiNya.