Soulmate

Hanya soal waktu, matahari mulai tergelincir.
“huuuf.. tumben hari ini gak hujan ya soul?”
“ iya yaa”
Hari ini kami sama-sama menatap matahari senja. Duduk dibawah pohon atas bukit. Masih mengenakan seragam sekolah, masih membawa tas yang sekarang tergeletak di tanah berumput.
soul.. aku seneng deh kalo sama kamu, aku bisa cerita baanyak hal! Biasanya aku cuma dengerin orang-orang cerita dan ikutan nimpalin komentar aja hehe..”.
“ yeeh dasar mate jeleek~”
“tuuh kan mulai dah gak jelasnya!”
“aahh mate maah jangan gitu!”
“ ahh biarin ajaa hahaa. Ahh souul
Beginilah kami, entah aku yang aneh atau ‘soul’ku yang aneh, atau yang lebih bahaya lagi kita sama-sama aneh. Hampir setiap Jumat setelah pulang sekolah, kami menuju tempat favorit kami. Gundukan tanah yang tak tinggi di pinggir taman, sangat indah jika melihat matahari turun dari singgasananya.
soul~ masa kayaknya aku jahat deh.....”
“ emang iya”. Menyerobot perkataanku seenaknya.
“ahh tau ah males kan”. Jelas aku pura-pura jengkel karena aku tahu ia pasti bercanda.
“hehe apaan? Kenapa jahat?”
“huu jelek~. Soalnya aku sering ngeboongin orang aku gak mau keliatan sedih di depan orang. Walaupun aku sedih atau marah sama orang aku selalu bohong kalo aku gapapa. Mungkin orang bakal mikir aku gak bisa marah, atau mungkin jarang keliatan sedih, sebenarnya bukan karena gak bisa marah atau sedih, tapi aku gak bisa memperlihatkannya.”
“ haha kamu emang gitu mate, kamu cuma bisa cerita atau memperlihatkannya ke orang yang deket sama kamu aja kan? Aku juga gitu kok..”
“ahh soul mah~”
“diih ni anak yaak gak jelas banget hehe”
Itu yang aku suka dari ‘soul’ku, dia begitu paham aku juga tidak tau kenapa bisa begitu apa karena dia seperti itu atau kita memang sama. Dia itu aneh, lebih aneh lagi jika aku memikirkan bagaimana kita bertemu dan mulai berteman.
Setelah diingat-ingat ternyata memang aku yang lebih banyak menceritakan diriku, masalahku, sikap ku. Ketika aku mengatakan bahwa aku tak mau beranjak dewasa dia sependapat, ketika aku menunjukan puisi yang menceritakan keadaan ku dengan permainan kata yang ku persulit sehingga tak mudah mengartiknnya, tetapi ia cukup mengerti maksud puisi itu, atau saat aku berkata bahwa aku terlalu egois dan sedikit manja untuk menjadi seorang anak pertama, dan tidak memperdulikan kata-kata ibuku karena memng tak ingin diatur apapun. Ia hanya berkata ‘ihh dasar’ atau ‘haha aku juga gitu kok’. Aku mersa begitu bodohnya aku, begitu banyak bicaranya aku sedangkan aku tak tau apakah aku benar-benar tahu dia bagaimana dan seperti apa, seperti, apakah aku akan mengerti majas-majas yang ia buat untuk menunjukan perasaaannya.
“ehh soul yang kayak di buku –buku dong, aku mau nanya?”
“apa lagii?”
“kamu lebih suka hujan atau cerah kayak aku? Hehe”
“yeeh emang ada apa buku yang tokohnya nanyain  begituan?”
“ihh masa gak tau sih, kadang-kadang buku novel-novel apapun yang terkesan manis suka ada siih!”
“huuh aneh tiba-tiba nanya begituan. Hmm aku lebih suka hujan soalnya hujan itu lambang kehidupan walaupun terkesan menyedihkan tapi dia terlihat indah dengan caranya sendiri.”
“ahh soul manis banget!”
“aku mah gak usah dibilang manis, emang udah gini yaa. Ehh bentar-bentar ada telpon dari Emma Watson....halo?...yes?...ohhh sorry Emma i can’t go there i still busy here...”
“haaah susah juga berteman dengan orang seperti ini”. Aku hanya mengelus dada
“duuh.. tunggu ya mate, Emma nyariin aku terus niih... halo Emma?..Okeoke don’t worry....”. Gayanya membuat aku gak mau kenal sama dia
“nyariin baju yang belom di setrika noooh!! Hahaaa”
“ahh bilang ajaa ngiri pengen di telpon... yes Emma?....”
“ogah kalo jadi pembantunya haaha”
“iiyyh mate maah”
“apaa? Aku lucu? Emang..! hahaa”
Hari ini cukup dengan tawa bersmanya lagi. Sekali lagi dia aneh, dan yng ku bingungkan apa aku juga aneh. Tapi sedikit hiburan bahwa sebenrnya aneh itu relatif, jika sesuatu diluar kebiasaan kita bisa disebut aneh. Jadi kita bisa mengatkan aneh pada apapun dan sipapun sepuasnya.
“soul, coba kamu ceritain dong kamu itu gimana? Masa aku terus yang cerita?”
“oiyaa, haah dasar mate”
Tapi penghujung hari kian dekat. Kami kembali ke objek yang paling menakjubkan diantara kami. Matahari yang terbenam nampak sama dengan yang biasa kami lihat setiap kami kemari, tetapi ia selalu menjadi hal yang paling mengesankan disetiap Jumatnya.
PLEKK!
Aku menutup buku tulis yang ku temukan di lemari kelsku. Buku itu nampak usang dan terlihat seperti buku tulis biasa. Aku merasa sedikit berslah telah membacanya, karena aku cukup yakin ini adalah sebuah catatan hati seseorang terhadap sahabatnya. Aku merasa bersalah karena, mengetahui pikiran dan persaanya, aku merasa seharusnya buku ini tidak disini. Lalu aku melihat siapakah pemiliknya
Di halaman buku paling depan tertulis nama ‘Mate’ yang di ukir sedemikian rupa sehingga terlihat cukup indah. Dan aku membuka kembali lembar demi lembar buku itu hanya untuk mencari sesuatu yng lebih dari sekedar nama. Akhirnya aku menemukan sebuah kalimat ‘bagitu menyenagkan bisa dimengerti orang lain, tapi lebih menyenangkan jika saling mengerti satu sama lain’




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buku Membuatku Bertahan

Air Mata Terjun Bebas

Jujur ini... sakit